Kebanyak para petani membudidayakan duku dengan cara cangkok, okulasi, susunan, dan sambungan, hal ini dikarenakan budidaya duku dengan cara generatif menggunakan biji membutuhkan waktu yang cukup lama dibandingkan dengan system vegetatif. Duku baru akan berbuah ketika usia 8 – 10 tahun apabila kita menanam mulai dari biji, sedangkan apabila dengan cara cangkok duku akan berbuah ketika sudah berumur 5 – 6 tahun.
Proses perbanyakan secara vegetatif pada duku tergolong sukar, tidak semudah pada jeruk, jambu, belimbing dan mangga. Pada perbanyakan secara cangkokan, persiapannya harus dilakukan sebelum musim hujan.
Sarana yang harus dipersiapkan untuk pencangkokan
Sediakan pisau tajam atau pisau okulasi untuk alat penyayat, sabut kelapa, kantung plastic, tali pengikat, media tanam berupa campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1, dan hormone perangsang pertumbuhan akar Rootone F.
Cabang tanaman yang akan dicangkok dipilih yang ampak akar sudah berukuran sebesar jari manis atau ibu jari kaki, sehat dan tidak ada bagian yang cacat.
Proses pengerjaannya dengan cara cangkokan Pengerjaan
dimulai dengan mengupas kulitnya sepanjang 2,5 cm. keratin “atas” harus tepat terletak 0,5 cm di atas buku (bekas tumbuh daun atau calon tunas), sedangkan keratin “bawah” 2 cm di bawah buku. Karena disinilah akar cangkokan lekas tumbuh.
Setelah kulitnya terkelupas, kambiumnya dikerok sampai bersih. Olesi luka sayatan dibagian atas dengan Rootone F, lalu diberi media sabut kelapa atau mos, ditutup plastic dan diikat tali.
Kalau tidak turun hujan, bibit cangkokan yang masih berada di pohon itu harus disiram setiap hari. Sebulan kemudian, tampak akar cangkokan sudah mulai bermunculan dari sela-sela media. Kalau akarnya sudah berwarna kecokelatan, bibit cangkokan yang berada di pohon itu bisa dipotong.
Selanjutnya bibit itu disemai selama 3 – 4 bulan di tempat teduh atau tempat penyemaian khusus, sebelum siap ditanam di kebun. Penyemaian dilakukan dalam kantong plastik hitam atau polybag berukuran 14 cm x 18 cm, berisi media tanam berupa campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1 ditambah 5 gram NPK per kantong. Pemupukan tambahan NPK dilakukan sebulan sekali.
Proses pengerjaan dengan cara okulasi
Pada perbanyakan secara okulasi diperlukan bibit batang bawah berasal dari biji yang sudah berumur di atas dua tahun, kondisinya sehat dan ukuran batangnya minimal sudah sebesar jari telunjuk. Sebagai calon bibit tempelnya dipilih mata okulasi dari cabang pohon induk yang besaranya seukuran dengan bibit batang bawahnya, kulitnya sudah hijau keabuan atau kecokelatan, mata tunasnya sudah menonjol atau terlihat pecah.
Kalau mata tunas pada cabang itu masih terlihat rata, ujung cabang di atas mata okulasi yang akan di pergunakan itu bisa di potong agar cepat tumbuh menonjol. Tunggu selama 15 hari. Kalau ternyata mata tunas yang rata sudah kelihatan menonjol atau pecah, mata tunas itu tinggal di sayat untuk di pindah tempelkan. Cara penyayatannya, kulit dikupas kira-kira 1 cm dari mata tumbuhnya.
Bibit batang bawah yang akan ditempeli mata tunas itu dikupas kulitnya pada bagian setinggi 15 cm dari permukaan tanah. Pengupasannya di lakukan melintang dengan ukuran sebesar sayatan kulit mata okulasinya, panjangnya 3 cm, lalu hasil sayatannya di buang 2/3-nya.
Segera mata okulasi itu di tempelkan. Sisa kupasan kulit bibit batang bawah ditutupkan pada mata okulasi, lalu di ikat erat-erat pakai tali, tapi jangan sampai mata tunasnya tertutup ikatan talinya.
Taruh bibit yang baru di sambung itu di tempat teduh. Sekitar 3-4 minggu kemudian balutan talinya di buka. Kalau warna kulit okulannya masih hijau, berarti pekerjaan pembibitan secara okulasi itu berhasil.
Sepuluh hari kemudian batang di atas tempelan dipatahkan. Seteah mata tunas okulasi tumbuh setinggi 10-20 cm, batang atas yang telah di patahkan itu di potong habis. Selanjutnya bibit itu bisa di pindahkan dalam polybag yang lebih besar, lalu di semai selama 3-4 bulan seperti hal nya bibit cangkokan.